Majjhima Nikaya
Majjhima Nikaya
Abhayarājakumāra Sutta
1. DEMIKIANLAH YANG KUDENGAR. Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di Rājagaha di Hutan Bambu, Taman Suaka Tupai.
2. Kemudian Pangeran Abhaya611 mendatangi Nigaṇṭha Nātaputta, dan setelah bersujud kepadanya, duduk di satu sisi. Kemudian Nigaṇṭha Nātaputta berkata kepadanya:
3. “Pergilah, Pangeran, bantahlah doktrin Petapa Gotama, dan berita baik tentangmu akan menyebar sebagai berikut: ‘Pangeran Abhaya telah membantah doktrin Petapa Gotama, yang begitu berkuasa dan perkasa.’” “Tetapi bagaimanakah, Yang Mulia, aku membantah doktrinNya?” “Pergilah, Pangeran, temui Petapa Gotama dan katakan:nYang Mulia, apakah Sang Tathāgata akan mengucapkan kata yang tidak disukai dan tidak menyenangkan bagi orang lain?’ Jika ketika ditanya demikian, Petapa Gotama menjawab: ‘Sang Tathāgata, Pangeran, akan mengucapkan kata yang tidak disukai dan tidak menyenangkan bagi orang lain,’ maka katakan kepada Beliau: ‘Kalau begitu, Yang Mulia, apakah perbedaan antara Engkau dan seorang biasa? Karena seorang biasa juga akan
mengucapkan kata yang tidak disukai dan tidak menyenangkan bagi orang lain.’ Tetapi jika ketika ditanya demikian, Petapa Gotama menjawab: ‘Sang Tathāgata, Pangeran, tidak akan mengucapkan kata [393] yang tidak disukai dan tidak menyenangkan bagi orang lain,’ maka katakan kepada Beliau:
‘Kalau begitu, Yang Mulia, mengapa engkau mengatakan tentang Devadatta: “Devadatta ditakdirkan terlahir di alam sengsara, Devadatta ditakdirkan terlahir di neraka, Devadatta akan tetap [berada di neraka] selama satu kappa, Devadatta tidak dapat diselamatkan”? Devadatta marah dan tidak senang dengan katakataMu itu.’ Jika Petapa Gotama diajukan kedua pertanyaan bertanduk ganda ini olehmu, maka Beliau tidak akan mampu memuntahkannya atau menelannya. Seperti sebatang paku besi
yang tersangkut di tenggorokan seseorang, ia tidak akan mampu memuntahkannya atau menelannya; demikian pula, Pangeran, jika Petapa Gotama diajukan kedua pertanyaan bertanduk ganda
ini olehmu, maka Beliau tidak akan mampu memuntahkannya atau menelannya.”
4. “Baik, Yang Mulia,” Pangeran Abhaya menjawab. Kemudian ia bangkit dari duduknya, dan setelah bersujud pada Nigaṇṭha Nātaputta, dengan Nigaṇṭha Nātaputta tetap di sisi kanannya, ia pergi dan menghadap Sang Bhagavā. Setelah bersujud pada Sang Bhagavā, ia duduk di satu sisi, menatap matahari, dan berpikir: “Sudah terlambat hari ini untuk membantah doktrin Sang Bhagavā. Aku akan membantah doktrin Sang Bhagavā di rumahku sendiri besok.” Kemudian ia berkata kepada Sang Bhagavā: “Yang Mulia, sudilah Sang Bhagavā bersama dengan tiga lainnya menerima undangan makan dariku besok.” Sang Bhagavā menerima dengan berdiam diri.
5. Kemudian, setelah mengetahui bahwa Sang Bhagavā telah menerima, Pangeran Abhaya bangkit dari duduknya, dan setelah bersujud kepada Beliau, dengan Beliau tetap di sisi kanannya, ia
pergi. Kemudian, ketika malam telah berlalu, pada pagi harinya, Sang Bhagavā merapikan jubah, dan dengan membawa mangkuk dan jubah luarNya, Beliau pergi ke rumah Pangeran Abhaya dan duduk di tempat yang telah dipersiapkan. Kemudian, dengan tangannya sendiri, Pangeran Abhaya melayani dan memuaskan Sang Bhagavā dengan berbagai jenis makanan baik. Ketika Sang Bhagavā telah selesai makan dan telah menarik tanganNya dari mangkuk, Pangeran Abhaya mengambil tempat
duduk yang rendah, duduk di satu sisi, dan berkata kepada Sang Bhagavā:
6. “Yang Mulia, apakah Sang Tathāgata akan mengucapkan kata yang tidak disukai dan tidak menyenangkan bagi orang lain?” “Tidak ada jawaban satu sisi atas pertanyaan itu, Pangeran.”
“Kalau begitu, Yang Mulia, para Nigaṇṭha telah kalah dalam halini.” “Mengapa engkau berkata seperti ini, Pangeran: [394] ‘Kalau begitu, Yang Mulia, para Nigaṇṭha telah kalah dalam hal ini’?”612
Kemudian Pangeran Abhaya melaporkan kepada Sang Bhagavā keseluruhan percakapannya dengan Nigaṇṭha Nātaputta.
7. Pada saat itu seorang bayi muda yang lembut sedang berbaring telungkup di pangkuan Pangeran Abhaya. Kemudian Sang Bhagavā berkata kepada Pangeran Abhaya: [395] "Bagaimana menurutmu, Pangeran? Jika, sewaktu engkau atau perawatmu sedang tidak merawatnya, anak ini memasukkan
kayu atau kerikil ke dalam mulutnya, apa yang akan engkau lakukan terhadapnya?” “Yang Mulia, aku akan mengeluarkannya. Jika aku tidak dapat dengan segera mengeluarkannya. Aku akan memegang
kepalanya dengan tangan kiriku, dan menekuk jari tangan kananku, aku akan mengeluarkannya bahkan jika itu berarti melukainya hingga berdarah. Mengapakah? Karena aku berbelas kasih pada anak ini.”
8. “Demikian pula, Pangeran, kata-kata yang diketahui oleh Sang Tathāgata sebagai tidak benar, tidak tepat, dan tidak bermanfaat, dan juga yang tidak disukai dan tidak menyenangkan bagi orang lain: kata-kata demikian tidak diucapkan oleh Sang Tathāgata. Kata-kata yang diketahui oleh Sang Tathāgata sebagai benar, tepat, tetapi tidak bermanfaat, dan juga yang tidak disukai dan tidak menyenangkan bagi orang lain: kata-kata demikian tidak diucapkan oleh Sang Tathāgata. Kata-kata yang diketahui oleh Sang Tathāgata sebagai benar, tepat, dan bermanfaat, tetapi tidak disukai dan tidak menyenangkan bagi orang lain: Sang Tathāgata mengetahui waktunya untuk mengucapkan kata-kata itu.613 Kata-kata yang diketahui oleh Sang Tathāgata sebagai tidak benar, tidak tepat, dan tidak bermanfaat, tetapi disukai dan menyenangkan bagi orang lain: kata-kata demikian tidak diucapkan oleh Sang Tathāgata. Katakata yang diketahui oleh Sang Tathāgata sebagai benar, tepat,
tetapi tidak bermanfaat, dan disukai dan menyenangkan bagi orang lain: kata-kata demikian tidak diucapkan oleh Sang Tathāgata. Kata-kata yang diketahui oleh Sang Tathāgata sebagai benar, tepat, dan bermanfaat, dan juga yang disukai dan menyenangkan bagi orang lain: Sang Tathāgata mengetahui waktunya untuk mengucapkan kata-kata itu. Mengapakah? Karena Sang Tathāgata berbelas kasih pada makhluk-makhluk.
9. “Yang Mulia, ketika para mulia terpelajar, para brahmana terpelajar, para perumah-tangga terpelajar, dan para petapa terpelajar, setelah merumuskan suatu pertanyaan, kemudian mendatangi Sang Bhagavā dan mengajukan pertanyaan itu, apakah sudah ada dalam pikiran Sang Bhagavā: ‘Jika mereka mendatangiKu dan menanyakan demikian, maka Aku akan menjawab seperti ini’? Atau apakah jawaban itu muncul pada Sang Tathāgata pada saat itu juga?”
10. “Sehubungan dengan hal itu, Pangeran, Aku akan mengajukan pertanyaan kepadamu sebagai balasan. Jawablah sesuai apa yang menurutmu benar. Bagaimana menurutmu, Pangeran? Apakah engkau ahli dalam hal bagian-bagian kereta?” “Benar, Yang Mulia.” “Bagaimana menurutmu, Pangeran? Jika orang-orang mendatangimu dan bertanya: ‘Apakah nama dari bagian kereta
ini?’ apakah sudah ada dalam pikiranmu: [396] ‘Jika mereka mendatangiku dan menanyakan demikian, maka Aku akan menjawab seperti ini’? atau apakah jawaban itu muncul padamu
pada saat itu juga?” “Yang Mulia, aku adalah seorang kusir kereta yang terkenal dan ahli dalam bagian-bagian kereta. Semua bagian kereta telah kuketahui dengan baik. Jawaban itu muncul padaku pada saat itu juga.”
11. “Demikian pula, Pangeran, ketika para mulia terpelajar, para brahmana terpelajar, para perumah-tangga terpelajar, dan para petapa terpelajar, setelah merumuskan suatu pertanyaan, kemudian mendatangi Sang Tathāgata dan mengajukan pertanyaan itu, jawaban itu muncul pada Sang Tathāgata pada saat itu juga. Mengapakah? Unsur-unsur dari segala sesuatu telah sepenuhnya ditembus oleh Sang Tathāgata, melalui penembusan sepenuhnya itu maka jawaban muncul pada Sang
Tathāgata pada saat itu juga.”614.
12. Ketika hal ini dikatakan, Pangeran Abhaya berkata:
“Mengagumkan, Yang Mulia, mengagumkan, Yang Mulia! Sang Bhagavā telah membabarkan Dhamma dalam berbagai cara Mulai hari ini sudilah Bhagavā mengingatku sebagai seorang umat
awam yang telah menerima perlindungan seumur hidup.
Bagaikan sebuah Mustika apapun yang ada di dunia ini, yang beraneka ragam jenisnya, tiada satu pun yang setara dengan Buddha.
Bagaikan sebuah Mustika apapun yang ada di dunia ini, yang beraneka ragam jenisnya, tiada satu pun yang setara dengan Dhamma.
Bagaikan sebuah Mustika apapun yang ada di dunia ini, yang beraneka ragam jenisnya, tiada satu pun yang setara dengan Sangha.
Dakkhiṇāvibhanga Sutta
1. DEMIKIANLAH YANG KUDENGAR. Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di negeri Sakya di Kapilavatthu di Taman Nigrodha.
2. Kemudian Mahāpajāpatī Gotamī membawa sepasang jubah baru dan mendatangi Sang Bhagavā,. Setelah bersujud kepada Beliau, ia duduk di satu sisi dan berkata kepada Sang Bhagavā: “Yang Mulia, sepasang jubah baru ini telah dipintal oleh saya, ditenun oleh saya, khusus untuk Sang Bhagavā. Yang Mulia, sudilah Sang Bhagavā menerima persembahanku ini demi belas kasih.” Ketika hal ini dikatakan, Sang Bhagavā berkata kepadanya: “Persembahkanlah kepada Sangha, Gotamī. Jika engkau mempersembahkannya kepada Sangha, maka baik Aku maupun Sangha telah dihormati. Untuk ke dua kali dan ke tiga kalinya ia berkata kepada Sang Bhagavā: “Yang Mulia, menerima ini demi belas kasih. Untuk ke dua kali dan ke tiga kalinya Sang Bhagavā berkata kepadanya: “Persembahkanlah kepada Sangha, Gotamī. Jika engkau mempersembahkannya kepada Sangha, maka baik Aku maupun Sangha telah dihormati.”
3. Kemudian Yang Mulia Ānanda berkata kepada Sang Bhagavā: “Yang Mulia, sudilah Sang Bhagavā menerima sepasang jubah baru ini dari Mahāpajāpatī Gotamī. Mahāpajāpatī Gotamī telah sangat berjasa kepada Sang Bhagavā, Yang Mulia. Sebagai adik ibunya, ia adalah perawatnya, ibu tirinya, seorang yang memberinya susu. Ia menyusui Sang Bhagavā ketika ibunya meninggal dunia. Sang Bhagavā juga telah sangat berjasa bagi Mahāpajāpatī Gotamī. Yang Mulia. Adalah berkat Sang Bhagavā maka Mahāpajāpatī Gotamī telah berlindung pada Sang Buddha, Dhamma, dan Sangha. Adalah berkat Sang Bhagavā maka Mahāpajāpatī Gotamī menghindari membunuh makhluk makhluk hidup, menghindari mengambil apa yang tidak diberikan, menghindari perilaku salah dalam kenikmatan indria, menghindari kebohongan, dan menghindari arak, minuman keras, dan minuman memabukkan, yang menjadi landasan bagi kelengahan. Adalah berkat Sang Bhagavā maka Mah āpajāpatī Gotamī memiliki keyakinan yang tak tergoyahkan pada Buddha, Dhamma, dan Sangha, dan ia memiliki moralitas yang disenangi oleh para mulia. Adalah berkat Sang Bhagavā maka Mahāpajāpatī Gotam ī terbebas dari keragu -raguan terhadap penderitaan, terhadap asal-mula penderitaan, terhadap lenyapnya penderitaan, dan terhadap jalan menuju lenyapnya penderitaan. Sang Bhagavā telah sangat berjasa bagi Mahāpajāpatī Gotamī.”
4. “Demikianlah, Ānanda, demikianlah! Ketika seseorang, berkat orang lain, berlindung pada Sang Buddha, Dhamma, dan Sangha, Aku katakan adalah tidak mudah bagi orang pertama itu membalas orang ke dua dengan cara memberikan penghormatan, bangkit untuknya, memberikan salam penghormatan dan pelayanan sopan, dan dengan memberikan jubah, makanan, tempat tinggal, dan obat-obatan. “Ketika seseorang, berkat orang lain, telah menghindari membunuh makhluk-makhluk hidup, menghindari mengambil apa yang tidak diberikan, menghindari perilaku salah dalam kenikmatan indria, menghindari kebohongan, dan menghindari arak, minuman keras, dan minuman memabukkan, yang menjadi landasan bagi kelengahan, Aku katakan adalah tidak mudah bagi orang pertama itu membalas orang ke dua dengan cara memberikan penghormatan … dan obat-obatan. “Ketika seseorang, berkat orang lain, memiliki keyakinan yang tak tergoyahkan pada Buddha, Dhamma, dan Sangha, dan memiliki moralitas yang disenangi oleh para mulia, Aku katakan adalah tidak mudah bagi orang pertama itu membalas orang ke dua dengan cara memberikan penghormatan … dan obatobatan. “Ketika seseorang, berkat orang lain, terbebas dari keraguraguan terhadap penderitaan, terhadap asal-mula penderitaan, terhadap lenyapnya penderitaan, dan terhadap jalan menuju lenyapnya penderitaan, Aku katakan adalah tidak mudah bagi orang pertama itu membalas orang ke dua dengan cara memberikan penghormatan … dan obat-obatan.
5. “Terdapat empat belas jenis persembahan pribadi, Ānanda. Seseorang yang memberikan suatu pemberian kepada Sang Tathāgata, yang sempurna dan tercerahkan sempurna; ini adalah persembahan pribadi jenis pertama. Seseorang yang memberikan suatu pemberian kepada seorang Paccekabuddha; ini adalah persembahan pribadi jenis ke dua. Seseorang yang memberikan suatu pemberian kepada seorang Arahant siswa Sang Tathāgata; ini adalah persembahan pribadi jenis ke tiga. Seseorang yang memberikan suatu pemberian kepada seorang yang telah memasuki jalan untuk mencapai buah Kearahantaan; ini adalah persembahan pribadi jenis ke empat. Seseorang yang memberikan suatu pemberian kepada seorang yang-tidak-kembali; ini adalah persembahan pribadi jenis ke lima. Seseorang yang memberikan suatu pemberian kepada seorang yang telah memasuki jalan untuk mencapai buah yangtidak-kembali; ini adalah persembahan pribadi jenis ke enam. Seseorang yang memberikan suatu pemberian kepada seorang yang-kembali-sekali; ini adalah persembahan pribadi jenis ke tujuh. Seseorang yang memberikan suatu pemberian kepada seorang yang telah memasuki jalan untuk mencapai buah yangkembali-sekali; ini adalah persembahan pribadi jenis ke delapan. Seseorang yang memberikan suatu pemberian kepada seorang pemasuk-arus; ini adalah persembahan pribadi jenis ke sembilan. Seseorang yang memberikan suatu pemberian kepada seorang yang telah memasuki jalan untuk mencapai buah memasukiarus ini adalah persembahan pribadi jenis ke sepuluh. Seseorang memberikan suatu pemberian kepada seseorang di luar (Pengajaran) yang bebas dari nafsu akan kenikmatan indria, ini adalah persembahan pribadi jenis ke sebelas. Seseorang memberikan suatu pemberian kepada seorang biasa yang bermoral; ini adalah persembahan pribadi jenis ke dua belas. Seseorang memberikan suatu pemberian kepada seorang biasa yang tidak bermoral; ini adalah persembahan pribadi jenis ke tiga belas. Seseorang memberikan suatu pemberian kepada binatang: ini adalah persembahan pribadi jenis ke empat belas.
6. “Di sini, Ānanda, dengan memberikan suatu pemberian kepada seekor binatang, maka persembahan itu diharapkan akan menghasilkan balasan seratus kali lipat.1297 Dengan memberikan suatu pemberian kepada seorang biasa yang tidak bermoral, maka persembahan itu diharapkan akan menghasilkan balasan seribu kali lipat. Dengan memberikan suatu pemberian kepada seorang biasa yang bermoral, maka persembahan itu diharapkan akan menghasilkan balasan seratus ribu kali lipat. Dengan memberikan suatu pemberian kepada seseorang di luar [Pengajaran] yang bebas dari nafsu akan kenikmatan indria, maka persembahan itu diharapkan akan menghasilkan balasan seratus ribu kali seratus ribu kali lipat. “Dengan memberikan suatu pemberian kepada seorang seorang yang telah memasuki jalan untuk mencapai buah memasuki-arus, maka persembahan itu diharapkan akan menghasilkan balasan yang tidak terhitung, tidak terukur. Apa lagi yang harus dikatakan tentang pemberian kepada seorang pemasuk-arus? Apa lagi yang harus dikatakan tentang pemberian kepada seorang yang telah memasuki jalan untuk mencapai buah yang-kembali-sekali kepada yang kembali-sekali kepada seorang yang telah memasuki jalan untuk mencapai buah yangtidak-kembali kepada seorang yang-tidak-kembali kepada seorang yang telah memasuki jalan untuk mencapai buah Kearahantaan kepada seorang Arahant kepada seorang Paccekabuddha? Apa lagi yang harus dikatakan tentang pemberian kepada seorang Tathāgata, yang sempurna dan tercerahkan sempurna.
7. “Terdapat tujuh jenis persembahan yang diberikan kepada Sangha, Ānanda. Seseorang memberikan suatu pemberian kepada kedua kelompok Sangha [baik bhikkhu maupun bhikkhunī] yang dipimpin oleh Sang Buddha; ini adalah persembahan kepada Sangha jenis pertama.1299 Seseorang memberikan suatu pemberian kepada kedua kelompok Sangha [baik bhikkhu maupun bhikkhunī] setelah Sang Tathāgata mencapai Nibbāna akhir; ini adalah persembahan kepada Sangha jenis ke dua. Seseorang memberikan suatu pemberian kepada Sangha para bhikkhu; ini adalah persembahan kepada Sangha jenis ke tiga. Seseorang memberikan suatu pemberian kepada Sangha para bhikkhunī; ini adalah persembahan kepada Sangha jenis ke empat. Seseorang memberikan suatu pemberian, dengan mengatakan: ‘Tunjuklah untukku sejumlah tertentu para bhikkhu dan bhikkhunī dari Sangha, ini adalah persembahan kepada Sangha jenis ke lima. Seseorang memberikan suatu pemberian, dengan mengatakan: ‘Tunjuklah untukku sejumlah tertentu para bhikkhu dari Sangha’; ini adalah persembahan kepada Sangha jenis ke enam. Seseorang memberikan suatu pemberian, dengan mengatakan: ‘Tunjuklah untukku sejumlah tertentu para bhikkhunī dari Sangha’; ini adalah persembahan kepada Sangha jenis ke tujuh.
8. “Di masa depan, Ānanda, akan ada anggota-anggota kelompok yang, ‘berleher-kuning,’ tidak bermoral, dan berkarakter jahat. 1300 Orang-orang akan memberikan pemberian kepada orang-orang tidak bermoral itu demi Sangha. Bahkan meskipun begitu, Aku katakan, suatu persembahan yang diberikan kepada Sangha adalah tidak terhitung, tidak terukur.1301 Dan Aku katakan bahwa tidak mungkin suatu persembahan yang diberikan kepada seorang individu akan lebih berbuah daripada persembahan yang diberikan kepada Sangha.
9. “Terdapat, Ānanda, empat jenis pemurnian persembahan. Apakah empat ini? Ada persembahan yang dimurnikan oleh si pemberi, bukan oleh si penerima. Ada persembahan yang dimurnikan oleh si penerima, bukan oleh si pemberi. Ada persembahan yang dimurnikan bukan oleh si pemberi juga bukan oleh si penerima. Ada persembahan yang dimurnikan baik oleh si pemberi maupun oleh si penerima.
10. “Dan bagaimanakah persembahan yang dimurnikan oleh si pemberi, bukan oleh si penerima? Di sini si pemberi adalah bermoral, berkarakter baik, dan si penerima adalah tidak bermoral, berkarakter jahat. Demikianlah persembahan yang dimurnikan oleh si pemberi, bukan oleh si penerima.
11. “Dan bagaimanakah persembahan yang dimurnikan oleh si penerima, bukan oleh si pemberi? Di sini si pemberi adalah tidak bermoral, berkarakter jahat, dan si penerima adalah bermoral, berkarakter baik. Demikianlah persembahan yang dimurnikan oleh si penerima, bukan oleh si pemberi.
Mahāpajāpatī Gotamī adalah adik perempuan Ratu Mahāmāyā, ibu Sang Buddha, dan juga istri Raja Suddhodana. Setelah kematian Mahāmāyā, ia menjadi ibu tiri Sang Buddha. Sutta ini terjadi pada masa awal pengajaran Sang Buddha, pada salah satu perjalananNya mengunjungi kota asalNya. Setelah kematian Raja Suddhodana, Mahāpājapati memohon kepada Sang Buddha agar memperbolehkan perempuan bergabung dalam Sangha, dan penerimaannya menandai awal dari Sangha bhikkhunī, kisah ini terdapat pada. Suatu penempatan kejadian pada waktu yang salah ini dicetuskan oleh YM. Ajahn Sucitto dari Vihara Cittaviveka kepada saya. Sutta ini menggambarkan Mahāpajāpatī Gotamī sebagai seorang umat Buddhis yang berbakti dan merujuk pada Sangha Bhikkhunī seolah-olah Sangha Bhikkhunī sudah ada pada masa itu, namun kisah kanonis tentang berdirinya Sangha Bhikkhunī menunjukkan bahwa Mahāpajāpatī adalah bhikkhunī pertama dalam sejarah. Dengan demikian Sangha Bhikkhunī pasti belum ada pada saat sutta ini dibabarkan jika Mahāpajāpati masih menjadi seorang umat awam perempuan. Kita dapat memecahkan persoalan perbedaan ini (yang terabaikan oleh komentator) dengan menganggap bahwa khotbah asli telah belakangan dimodifikasi setelah berdirinya Sangha Bhikkhunī agar sesuai dengan skema persembahan kepada Sangha. Sang Buddha menyuruhnya agar memberikan pemberian itu kepada Sangha karena Beliau menghendaki agar kehendak kedermawanan itu diarahkan baik kepada Sangha maupun kepada Beliau sendiri, karena kehendak gabungan itu akan menghasilkan jasa yang mendukung kesejahteraan dan kebahagiaannya untuk waktu yang lama di masa depan. Beliau juga mengatakan hal ini agar generasi mendatang akan terinspirasi untuk memberikan penghormatan kepada Sangha, dan dengan menyokong Sangha dengan empat benda kebutuhan fisik akan berperan pada lamanya umur Ajaran.
Ini adalah empat faktor memasuki-arus. Dengan demikian jelas bahwa pada saat sutta ini dibabarkan, Mahāpājapatī adalah seorang Pemasuk-arus.
Jivaka Sutta
Jivaka adalah anak yang dibuang dari seorang pelacur. Ditemukan dan dibesarkan oleh pangeran Abhaya, dia mempelajari obat-obatan di Takkasila dan di kemudian hari di angkat sebagai dokter pribadi Sang Buddha. Dia menjadi pemasuk-Arus setelah mendengar Sang Buddha mengajarkan Dhamma.
Pertanyaan Jivaka Komarabhacca kepada petapa Gotama bahwa dia;" saya telah mendengar hal ini: mereka yang menyembelih mahluk hidup untuk petapa Gotama; namun meskipun mengetahui hal ini, petapa Gotama makan daging yang disiapkan untuknya dari binatang-binatang yang di bunuh baginya, karena itu jivaka katakan kepada petapa Gotama tentang tiga hal dimana daging harus tidak dimakan: Bila melihat, terdengar, atau dicurigai ( bahwa makhluk hidup itu telah disembelih buat Bhikkhu) aku katakan bahwa daging itu harus tidak dimakan di dalam tiga hal ini.
Petapa Gotama menjelaskan tentang tiga hal dimana daging harus tidak dimakan, dalam hal dia lakukan banyak karma buruk di dalam lima hal:
1. Ketika dia berkata: Pergi dan ambilah makhluk hidup itu, inilah hal pertama dimana dia melakukan banyak karma buruk.
2. Ketika makhluk hidup itu mengalami rasa sakit dan kesedihan karena diseret dengan pengikat-leher, inilah hal yang kedua dimana dia melakukan banyak karma buruk.
3. Ketika dia berkata: pergi dan sembelihlah makhluk hidup itu, inilah hal ketiga dimana dia melakukan banyak karma buruk.
4. Ketika makhluk hidup itu mengalami kesakitan dan kesedihan karena disembelih, inilah hal keempat dimana dia melakukan banyak karma buruk.
5. Ketika dia memberikan kepada Tathagata atau siswanya makananya tidak diizinkan, inilah hal kelima dimana dia melakukan banyak karma buruk.
Culamalunkya Sutta
Culamalunkya Sutta
Adalah pertanyaan Malunkyaputta kepada Sang Buddha, yang tentang 10, yang memiliki dunia yang tidak kekal, Buddha tersebut menjelaskannya. 10 hal tersebut:
1. Dunia kekal
2. Dunia tidak kekal
3. Dunia terbatas
4. Dunia tak terbata
5. Jiwa sama dengan jasmani
6. Jiwa tidak sama dengan jasmani
7. Setelah meninggal, Tathagata ada
8. Setelah meninggal, Tathagata tidak ada
9. Setelah meninggal, Tathagata ada dan tidak ada
10. Setelah meninggal, Tathagata bukan ada dan bukan tidak ada
Saya akan menanyakan hal-hal ini kepada Sang Bhagava. Jika, Sang Bhagava menerangkan salah satu diri hal-hal itu, maka saya akan tetap melaksanakan penghidupan suci di bawah bimbingan beliau; bila ia tidak menerangkannya, saya akan meninggalkan penghidupan suci. pertanyaan dari Malunkyaputta kepada Sang Buddha. kemudian sang buddha menjelaskannya,
Ketika hari telah petang, Malunkyaputta bangun dari meditasi dan pergi menjumpai Sang Buddha. Malunkyaputta menanyakan sepuluh hal itu dan mohon Sang Buddha memberikan jawaban dapat menjawabnya atau tidak. “Malunkyaputta, apakah saya pernah mengatakan kepadamu: Malunkyaputta, datang dan laksanakanlah penghidupan suci (brahmacari) di bawah bimbinganku dan saya akan menerangkan padamu bahwa, ‘dunia kekal’, ‘dunia tidak kekal’, setelah menilai, Tathagata bukan ada dan bukan tidak ada.”
Tidak. Bhante.” “Apakah engkau pernah mengatakan kepadaku: ‘Saya akan melaksanakan penghidupan suci di bawah bimbingan Sang Bhagava, dan Sang Bhagava akan menerangkan kepadaku tentang ‘dunia kekal’, ‘dunia tidak kekal’, …. setelah meninggal, Tathagata bukan ada dan bukan tidak ada
Tidak, Bhante .
Bila demikian, siapakah anda dan yang akan kau tinggalkan?
Jika ada orang berkata: ‘Saya tidak akan melaksanakan penghidupan suci di bawah bimbingan Sang Bhagava bila Sang Bhagava tidak menerangkan padamu ‘dunia kekal’, ……. setelah meninggal, Tathagata bukan ada dan bukan tidak ada’; karena hal itu belum diterangkan oleh Sang Tathagata maka orang itu akan mati. Misalnya, ada orang yang terkena panah beracun, lukanya dalam, karena kenalan dan keluarganya membawa seorang dokter operasi, tetapi orang itu berkata: ‘Saya tak mau dokter saya, kedudukannya, aramanya, apakah ia pendek atau tinggi, hitam atau cerah kulitnya, ia tinggal di kota atau di desa …. bentuk panah yang melukai itu. Hal-hal itu belum dapat diketahui, orang itu telah meninggal, demikian pula halnya dengan kamu Malunkyaputta.
Tidak ada penghidupan suci (brahmacari) bila masih ada pandangan, ‘dunia kekal’, ‘dunia tidak kekal’, …. setelah meninggal, Tathagata bukan ada dan bukan tidak ada, juga masih ada kelahiran, usia tua, kematian, penderitaan, kesedihan, kesakitan, ratap tangis dan putus asa, yang saya terangkan untuk dilenyapkan sekarang di sini.
Malunkyaputta ingatlah apa yang saya tidak terangkan adalah tidak diterangkan, apa yang saya terangkan adalah diterangkan. Apakah yang saya tidak terangkan? Itu adalah ‘dunia kekal, dunia tidak kekal, setelah meninggal Tathagata bukan ada dan bukan tidak ada.’ Apa yang saya tidak terangkan ini adalah tidak menghubungkan dengan kesejahteraan, itu tidak termasuk dalam prinsip berhubungan dengan kesejahteraan, itu tidak termasuk dalam prinsip penghidupan suci (brahmacari) itu tidak mengarah ke pelenyapan nafsu, pemusnahan, kedamaian. Pengetahuan langsung (abhinna), penerangan agung (sambodhi), nibbana.
Devadūta Sutta
1. DEMIKIANLAH YANG KUDENGAR. Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di S āvatthī di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika. Di sana Beliau memanggil para bhikkhu sebagai berikut: “Para bhikkhu.Yang Mulia, mereka menjawab. Sang Bhagavā berkata sebagai berikut:
2. “Para bhikkhu, misalkan terdapat dua rumah berpintu dan seseorang yang berpenglihatan baik berdiri di antara kedua rumah itu melihat orang-orang masuk dan keluar dan berlalulalang. Demikian pula, dengan mata dewa, yang murni dan melampaui manusia, Aku melihat makhluk-makhluk meninggal dunia dan muncul kembali, hina dan mulia, cantik dan buruk rupa, kaya dan miskin. Aku memahami bagaimana makhluk-makhluk berlanjut sesuai dengan perbuatan mereka: ‘Makhluk-makhluk ini, yang berperilaku baik dalam jasmani, ucapan, dan pikiran, bukan pencela para mulia, berpandangan benar, memberikan dampak pandangan benar dalam perbuatan mereka, ketika hancurnya jasmani, setelah kematian, telah muncul kembali di alam yang bahagia, bahkan di alam surga. Atau Makhluk-makhluk mulia ini, yang berperilaku baik dalam jasmani, ucapan, dan pikiran, bukan pencela para mulia, berpandangan benar, memberikan dampak pandangan benar dalam perbuatan mereka, ketika hancurnya jasmani, setelah kematian, telah muncul kembali di alam manusia. Tetapi makhluk-makhluk ini yang berperilaku buruk dalam jasmani, ucapan, dan pikiran, pencela para mulia, keliru dalam pandangan, memberikan dampak pandangan salah dalam perbuatan mereka, ketika hancurnya jasmani, setelah kematian, telah muncul kembali di alam hantu. Atau makhluk-makhluk ini yang berperilaku buruk. ketika hancurnya jasmani, setelah kematian, telah muncul kembali di alam binatang. Atau makhlukmakhluk ini yang berperilaku buruk. ketika hancurnya jasmani, setelah kematian, telah muncul kembali dalam kondisi buruk, di alam rendah, dalam kehancuran, bahkan di dalam neraka.
3. “Sekarang para penjaga neraka menangkap makhluk itu pada kedua lengannya dan membawanya ke hadapan Raja Yama, dengan berkata: ‘Baginda, orang ini telah memperlakukan ibunya dengan buruk, memperlakukan ayahnya dengan buruk, memperlakukan para petapa dengan buruk, memperlakukan para brahmana dengan buruk; ia tidak menghormati para sesepuh sukunya. Silahkan Raja menjatuhkan hukuman.’
4. “Kemudian Raja Yama mendesak dan mempertanyakan dan mendebatnya tentang utusan surgawi pertama: ‘Tidak pernahkah engkau melihat utusan surgawi pertama muncul di dunia. Ia berkata: ‘Tidak, Tuan.’ Kemudian Raja Yama berkata: ‘Tidak pernahkah engkau melihat di dunia seorang bayi lembut yang berbaring telungkup, kotor dengan kotoran dan air kencingnya sendiri?’ Ia berkata: ‘Pernah, Tuan.’ “Kemudian Raja Yama berkata: ‘Tidak pernahkah terpikir olehmu, seorang manusia yang cerdas dan dewasa. Aku juga tunduk pada kelahiran, aku tidak terbebas dari kelahiran: tentu saja aku lebih baik melakukan perbuatan baik dalam jasmani, ucapan, dan pikiran”?’ Ia berkata: ‘Aku tidak mampu, Tuan, aku lalai.’ Kemudian Raja Yama berkata: ‘Karena kelalaian maka engkau telah gagal melakukan perbuatan baik dalam jasmani, ucapan, dan pikiran. Tentu saja mereka akan memperlakukanmu sesuai kelalaianmu. Tetapi perbuatan jahatmu ini bukan dilakukan oleh ibumu atau ayahmu, [180] atau oleh saudara laki-laki atau saudara perempuanmu, atau oleh teman-teman dan sahabatmu, atau oleh sanak saudara dan kerabatmu, atau oleh para petapa dan brahmana, atau oleh para dewa; perbuatan jahat ini dilakukan oleh dirimu sendiri, dan engkau sendiri yang akan mengalami akibatnya.’
5. “Kemudian, setelah mendesak dan mempertanyakan dan mendebatnya tentang utusan surgawi pertama, Raja Yama mendesak dan mempertanyakan dan mendebatnya tentang utusan surgawi ke dua: ‘Tidak pernahkah engkau melihat utusan surgawi ke dua muncul di dunia?’ Ia berkata: ‘Tidak, Tuan.’ Kemudian Raja Yama berkata: ‘Tidak pernahkah engkau melihat di dunia seorang laki-laki – atau seorang perempuan – berumur delapan puluh, sembilan puluh, atau seratus tahun, tua, bungkuk seperti rusuk atap, merunduk, berjalan dengan ditopang oleh tongkat, terhuyung-huyung, lemah, kehilangan kemudaan, gigi tanggal, rambut memutih, rambut berguguran, botak, keriput, dengan bercak pada bagian-bagian tubuh?’ Ia berkata: ‘Pernah, Tuan.’ “Kemudian Raja Yama berkata: ‘Tidak pernahkah terpikir olehmu – seorang manusia yang cerdas dan dewasa – “Aku juga tunduk pada penuaan, aku tidak terbebas dari penuaan: tentu saja aku lebih baik melakukan perbuatan baik dalam jasmani, ucapan, dan pikiran”?’ Ia berkata: ‘Aku tidak mampu, Tuan, aku lalai.’ Kemudian Raja Yama berkata: ‘Karena kelalaian maka engkau telah gagal melakukan perbuatan baik dalam jasmani, ucapan, dan pikiran. Tentu saja mereka akan memperlakukanmu sesuai kelalaianmu. Tetapi perbuatan jahatmu ini bukan dilakukan oleh ibumu … atau oleh para dewa; perbuatan jahat ini dilakukan oleh dirimu sendiri, dan engkau sendiri yang akan mengalami akibatnya.
Persis di sebelah Neraka Besar adalah Neraka Kotoran yang luas. Ia terjatuh ke dalam neraka itu. Di dalam Neraka Kotoran itu makhluk-makhluk bermulut jarum mengebor kulit luarnya dan mengebor kulit dalamnya dan mengebor dagingnya dan mengebor uratnya dan mengebor tulangnya dan melahap sumsumnya. Di sana ia merasakan perasaan menyakitkan, menyiksa, menusuk. Namun ia tidak mati selama akibat dari perbuatan jahatnya belum habis.
Persis di sebelah Neraka Kotoran adalah Neraka Bara Api Panas yang luas. Ia terjatuh di sana. Di sana ia merasakan perasaan menyakitkan, menyiksa, menusuk. Namun ia tidak mati selama akibat dari perbuatan jahatnya belum habis.
Persis di sebelah Neraka Bara Api Panas adalah Hutan Pepohonan Simbali yang luas, tingginya satu liga, berduri dengan duri-duri sepanjang enam belas lebar jari, yang terbakar, menyala, dan berpijar. Mereka menyuruhnya memanjat pepohonan itu naik dan turun. Di sana ia merasakan perasaan menyakitkan, menyiksa, menusuk. Namun ia tidak mati selama akibat dari perbuatan jahatnya belum habis.
Persis di sebelah Hutan Pepohonan Simbali adalah Hutan Daun-pedang yang luas. Ia masuk ke sana. Dedaunannya, digerakkan oleh angin, memotong tangannya dan memotong kakinya dan memotong tangan dan kakinya; memotong telinganya dan memotong hidungnya dan memotong telinga dan hidungnya. Di sana ia merasakan perasaan menyakitkan, menyiksa, menusuk. Namun ia tidak mati selama akibat dari perbuatan jahatnya belum habis.
Persis di sebelah Hutan Daun-pedang adalah sungai besar berair tajam membakar. Ia terjatuh di sana. di sana ia tersapu mengikuti arus dan melawan arus dan mengikutisekaligus-melawan arus. Di sana ia merasakan perasaan menyakitkan, menyiksa, menusuk. Namun ia tidak mati selama akibat dari perbuatan jahatnya belum habis
Itu adalah apa yang dikatakan oleh Sang Bhagavā. Setelah Yang Sempurna mengatakan itu, Sang Guru berkata lebih lanjut: “Walaupun diperingatkan oleh para utusan surgawi, Banyak yang lalai, Dan orang-orang sungguh akan berdukacita dalam waktu yang lama Begitu pergi ke alam rendah. Tetapi ketika oleh para utusan surgawi Orang-orang baik di sini dalam kehidupan ini teringat, Mereka tidak berdiam dalam kelalaian Namun mempraktikkan Dhamma mulia dengan baik. Dengan takut mereka melihat kemelekatan Karena dapat mengakibatkan kelahiran dan kematian; Dan melalui ketidak-melekatan mereka terbebas Dalam hancurnya kelahiran dan kematian. Mereka berdiam dalam kebahagiaan karena mereka aman Dan mencapai Nibbāna di sini dan saat ini. Mereka melampaui segala ketakutan dan kebencian; Mereka telah membebaskan diri dari segala penderitaan.”
Sāmagāma Sutta
DEMIKIANLAH YANG KUDENGAR. Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di negeri Sakya di Sāmagāma. Pada saat itu Nigaṇṭha Nātaputta baru saja meninggal dunia di Pāvā.976 Setelah kematiannya, para Nigaṇṭha terbagi menjadi dua kelompok; dan mereka bertengkar dan bercekcok dan berselisih, saling menusuk satu sama lain dengan pedang ucapan: “Engkau tidak memahami Dhamma dan Disiplin ini. Aku memahami Dhamma dan Disiplin ini. Bagaimana mungkin engkau memahami Dhamma dan Disiplin ini? Caramu salah. Caraku benar. Aku konsisten. Engkau tidak konsisten. Apa yang seharusnya engkau katakan lebih dulu engkau katakan belakangan. Apa yang seharusnya engkau katakan belakangan engkau katakan lebih dulu. Apa yang telah engkau pikirkan dengan saksama telah diputar-balikkan.
Pernyataanmu telah diperlihatkan. Engkau telah dibantah. Pergi dan belajarlah lebih baik, atau bebaskan dirimu dari kekusutan jika engkau mampu!” Sepertinya seolah-olah terjadi pembantaian di tengah-tengah para murid Nigaṇṭha Nātaputta. Dan para pengikut awam berpakaian putih menjadi jijik, cemas, dan kecewa dengan muridmurid Nigaṇṭha Nātaputta, seperti seharusnya yang terjadi pada Dhamma dan Disiplin yang dinyatakan dengan buruk dan dibabarkan dengan buruk, yang tidak membebaskan, tidak mendukung kedamaian, dibabarkan oleh seorang yang tidak sepenuhnya tercerahkan, dan sekarang altarnya rusak, dibiarkan tanpa perlindungan. Kemudian Samaṇera Cunda, yang telah melewatkan masa vassa di Pāvā, mendatangi Yang Mulia Ānanda, dan setelah bersujud kepadanya, ia duduk di satu sisi dan memberitahukan apa yang sedang terjadi. Kemudian Yang Mulia Ānanda berkata kepada Samaṇera Cunda: “Sahabat Cunda, ini adalah berita yang harus disampaikan kepada Sang Bhagavā. Marilah kita menghadap Sang Bhagavā dan memberitahukan kepada Beliau.” “Baik, Yang Mulia,” Samaṇera Cunda menjawab.
Kemudian Yang Mulia Ānanda dan Samaṇera Cunda pergi menghadap Sang Bhagavā. Setelah bersujud kepada Beliau, mereka duduk di satu sisi, dan. Yang Mulia Ānanda berkata kepada Sang Bhagavā: “Samaṇera Cunda ini, Yang Mulia, mengatakan bahwa: ‘Yang Mulia, Nigaṇṭha Nātaputta baru saja meninggal dunia. Setelah kematiannya para Nigaṇṭha terbagi menjadi dua kelompok … dan sekarang altarnya rusak, dibiarkan tanpa perlindungan.’ Aku berpikir, Yang mulia: ‘Semoga tidak terjadi perselisihan dalam Sangha ketika Sang Bhagavā telah meninggal dunia. Karena perselisihan demikian, akan mengakibatkan bahaya dan ketidak-bahagiaan banyak makhluk, menghasilkan kehilangan, kemalangan, dan penderitaan para dewa dan manusia. Bagaimana menurutmu, Ānanda? Hal-hal ini yang telah Kuajarkan kepadamu setelah secara langsung mengetahuinya – yaitu, empat landasan perhatian, empat jenis usaha benar, empat landasan kekuatan batin, lima indria, lima kekuatan, tujuh faktor pencerahan, Jalan Mulia Berunsur Delapan – adakah engkau melihat, Ānanda, bahkan dua bhikkhu yang membuat pernyataan berbeda sehubungan dengan hal-hal ini?” “Tidak, Yang Mulia, aku tidak melihat bahkan ada dua bhikkhu yang membuat pernyataan berbeda sehubungan dengan hal-hal ini. Tetapi, Yang Mulia, ada orang-orang yang hidup dengan menghormati Sang Bhagavā yang mungkin, setelah Beliau meninggal dunia, menciptakan perselisihan dalam Sangha sehubungan dengan penghidupan dan sehubungan dengan Pātimokkha.979 Perselisihan demikian dapat mengakibatkan bahaya dan ketidak-bahagiaan banyak makhluk, menghasilkan kehilangan, kemalangan, dan penderitaan para dewa dan manusia.” “Perselisihan sehubungan dengan penghidupan atau sehubungan dengan Pātimokkha adalah hal sepele, Ānanda. Tetapi jika muncul perselisihan dalam Sangha sehubungan dengan jalan atau cara,980 perselisihan demikian dapat mengakibatkan bahaya dan ketidak-bahagiaan banyak makhluk, menghasilkan kehilangan, kemalangan, dan penderitaan para dewa dan manusia.
Kemudian, seorang bhikkhu bersikap meremehkan dan congkak … iri dan tamak … curang dan menipu … berkeinginan jahat dan berpandangan salah … melekat pada pandangannya sendiri, menggenggamnya erat-erat, dan melepaskannya dengan susah-payah. Bhikkhu demikian berdiam tanpa menghormati dan tanpa menghargai Sang Guru, Dhamma, dan Sangha, dan ia tidak memenuhi latihan. Seorang bhikkhu yang tidak menghormati dan tidak menghargai Sang Guru, Dhamma, dan Sangha, dan yang tidak memenuhi latihan, menciptakan perselisihan dalam Sangha, yang dapat mengakibatkan bahaya dan ketidak-bahagiaan banyak makhluk, menghasilkan kehilangan, kemalangan, dan penderitaan para dewa dan manusia. Sekarang jika engkau melihat akar perselisihan demikian apakah dalam dirimu atau secara eksternal, maka engkau harus berusaha untuk meninggalkan akar perselisihan yang buruk yang sama itu. Dan jika engkau tidak melihat akar perselisihan demikian apakah dalam dirimu atau secara eksternal, maka engkau harus berlatih sedemikian sehingga akar perselisihan yang buruk yang sama itu tidak muncul di masa depan. Demikianlah ditinggalkannya akar perselisihan yang buruk itu; demikianlah ketidak-munculan akar perselisihan yang buruk itu di masa depan. Ini adalah enam akar perselisihan. Ānanda, terdapat empat jenis perkara ini. Apakah empat ini? Perkara karena perselisihan, perkara karena tuduhan, perkara karena pelanggaran, dan perkara sehubungan dengan pelaksanaan perbuatan. Ini adalah empat jenis perkara. Ānanda, terdapat tujuh jenis penyelesaian perkara.983 Untuk menyelesaikan dan mendamaikan perkara pada saat terjadinya: penghapusan perkara melalui konfrontasi dapat diberikan, penghapusan perkara karena ingatan dapat diberikan, penghapusan perkara karena ketidak-warasan masa lalu dapat diberikan, pengakuan atas suatu pelanggaran, pendapat mayoritas, pernyataan karakter buruk atas seseorang, dan menutup dengan rumput. Dan bagaimanakah terjadinya penghapusan perkara melalui konfrontasi?984 Di sini para bhikkhu berselisih: ‘Ini adalah Dhamma,’ atau ‘Ini bukan Dhamma,’ atau ‘Ini adalah Disiplin,’ atau ‘Ini bukan Disiplin.’ Para bhikkhu itu harus berkumpul bersama dalam kerukunan. Kemudian, setelah berkumpul, tuntunan Dhamma harus ditetapkan.985 Begitu tuntunan Dhamma telah ditetapkan, perkara itu harus diselesaikan sesuai dengan tuntunan Dhamma itu. Demikianlah penghapusan perkara melalui konfrontasi. Dan demikianlah terjadinya penyelesaian perkaraperkara di sini dengan penghapusan perkara melalui konfrontasi.
Cūḷakammavibhanga Sutta
Pembabaran Singkat tentang Perbuatan
1. DEMIKIANLAH YANG KUDENGAR. Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di S āvatthī di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika.
2. Kemudian murid brahmana Subha, putera Todeyya, mendatangi Sang Bhagavā dan saling bertukar sapa dengan Beliau. Ketika ramah-tamah ini berakhir, ia duduk di satu sisi dan bertanya kepada Sang Bhagavā:
3. “Guru Gotama, apakah sebab dan kondisi mengapa manusia terlihat hina dan mulia? Orang-orang terlihat berumur pendek dan berumur panjang, berpenyakit dan sehat, cantik dan buruk rupa, berpengaruh dan tidak berpengaruh, miskin dan kaya, berkelahiran rendah dan berkelahiran tinggi, bodoh dan [203] bijaksana. Apakah sebab dan kondisi, Guru Gotama, mengapa manusia terlihat hina dan mulia?”
4. “Murid, makhluk-makhluk adalah pemilik perbuatan mereka, pewaris perbuatan mereka, mereka berasal-mula dari perbuatan mereka, terikat dengan perbuatan mereka, memiliki perbuatan mereka sebagai perlindungan mereka. Adalah perbuatan yang membedakan makhluk-makhluk sebagai hina dan mulia.” “Aku tidak memahami secara terperinci makna dari penyataan Guru Gotama, yang diucapkan secara ringkas tanpa menjelaskan maknanya secara terperinci. Baik sekali jika Guru Gotama sudi mengajarkan Dhamma kepadaku agar aku dapat memahami secara terperinci makna dari pernyataan Guru Gotama.” “Maka, Murid, dengarkan dan perhatikanlah pada apa yang akan Aku katakan.” “Baik, Tuan,” murid brahmana Subha menjawab. Sang Bhagavā berkata sebagai berikut:
5. “Di sini, murid, Di sini seorang laki-laki atau perempuan membunuh makhluk-makhluk hidup dan ia adalah pembunuh, bertangan darah, terbiasa memukul dan bertindak dengan kekerasan, tanpa belas kasih pada makhluk-makhluk hidup. Karena melakukan dan menjalankan perbuatan-perbuatan demikian, ketika hancurnya jasmani, setelah kematian, ia muncul kembali dalam kondisi menderita, di alam tujuan kelahiran yang tidak bahagia, dalam kesengsaraan, bahkan di neraka. Tetapi jika ketika hancurnya jasmani, setelah kematian, ia tidak muncul kembali dalam kondisi menderita, bukan di alam tujuan kelahiran yang tidak bahagia, tidak dalam kesengsaraan, tidak di neraka, melainkan kembali ke alam manusia, maka di manapun ia terlahir kembali ia akan berumur pendek. Demikianlah, murid, hal itu mengarah pada umur yang pendek, yaitu, seseorang membunuh makhluk-makhluk hidup dan ia adalah pembunuh, bertangan darah, terbiasa memukul dan bertindak dengan kekerasan, tanpa belas kasih pada makhluk-makhluk hidup.
“Tetapi di sini, murid, seorang laki-laki atau perempuan meninggalkan pembunuhan makhluk-makhluk hidup, menghindari membunuh makhluk-makhluk hidup; dengan tongkat pemukul dan senjata disingkirkan, lembut dan baik hati, ia berdiam dengan berbelas kasih pada semua makhluk hidup. Karena melakukan dan menjalankan perbuatan-perbuatan demikian, ketika hancurnya jasmani, setelah kematian, ia muncul kembali di alam bahagia, bahkan di alam surga. Tetapi jika ketika hancurnya jasmani, setelah kematian, ia tidak muncul kembali di alam bahagia, tidak di alam surga, melainkan kembali ke alam manusia, maka di manapun ia terlahir kembali ia akan berumur panjang.1225 Demikianlah, murid, hal itu mengarah pada umur yang panjang, yaitu, dengan meninggalkan pembunuhan makhluk-makhluk hidup, [204] ia menghindari membunuh makhluk-makhluk hidup; dengan tongkat pemukul dan senjata disingkirkan, lembut dan baik hati, ia berdiam dengan berbelas kasih pada semua makhluk hidup.
7. “Di sini, murid, seorang laki-laki atau perempuan terbiasa melukai makhluk-makhluk dengan tangan, dengan bongkahan tanah, dengan tongkat, atau dengan pisau. Karena melakukan dan menjalankan perbuatan-perbuatan demikian, ketika hancurnya jasmani, setelah kematian, ia muncul kembali dalam kondisi menderita … Tetapi jika sebaliknya ia kembali ke alam manusia, maka di manapun ia terlahir kembali ia akan berpenyakit. Demikianlah, murid, hal itu mengarah pada penyakit, yaitu, seseorang yang terbiasa melukai makhluk-makhluk dengan tangan, dengan bongkahan tanah, dengan tongkat, atau dengan pisau.
8. “Tetapi di sini, murid, seorang laki-laki atau perempuan tidak terbiasa melukai makhluk-makhluk dengan tangan, dengan bongkahan tanah, dengan tongkat, atau dengan pisau. Karena melakukan dan menjalankan perbuatan-perbuatan demikian, ketika hancurnya jasmani, setelah kematian, ia muncul kembali di alam bahagia … Tetapi jika sebaliknya ia kembali ke alam manusia, maka di manapun ia terlahir kembali ia akan sehat. Demikianlah, murid, hal itu mengarah pada kesehatan, yaitu, seseorang yang tidak terbiasa melukai makhluk-makhluk dengan tangan, dengan bongkahan tanah, dengan tongkat, atau dengan pisau.
9. “Di sini, murid, seorang laki-laki atau perempuan memiliki karakter pemarah dan mudah tersinggung; bahkan jika dikritik sedikit, ia menjadi tersinggung, menjadi marah, bermusuhan, dan kesal, dan menunjukkan kemarahan, kebencian, dan kekesalan. Karena melakukan dan menjalankan perbuatan-perbuatan demikian, ketika hancurnya jasmani, setelah kematian, ia muncul kembali dalam kondisi menderita … Tetapi jika sebaliknya ia kembali ke alam manusia, maka di manapun ia terlahir kembali ia akan memiliki rupa yang buruk. Demikianlah, murid, hal itu mengarah pada rupa yang buruk, yaitu, seseorang yang memiliki karakter pemarah … dan menunjukkan kemarahan, kebencian, dan kekesalan.
10. “Tetapi di sini, murid, seorang laki-laki atau perempuan tidak memiliki karakter pemarah dan tidak mudah tersinggung; bahkan jika banyak dikritik, ia tidak menjadi tersinggung, tidak menjadi marah, tidak bermusuhan, dan tidak kesal, dan tidak menunjukkan kemarahan, kebencian, dan ketidak-senangan. Karena melakukan dan menjalankan perbuatan-perbuatan demikian, … ia muncul kembali di alam bahagia … Tetapi jika sebaliknya ia kembali ke alam manusia, maka di manapun ia terlahir kembali ia akan memiliki rupa yang cantik. Demikianlah, murid, hal itu mengarah pada rupa yang cantik, yaitu, seseorang yang tidak memiliki karakter pemarah … dan tidak menunjukkan kemarahan, kebencian, dan ketidak-senangan.
Comments
Post a Comment